Amogham divasam kayira, appena bahukenava Yam yam vijahite rattim, tadunan tassa jivitam
Jadikanlah harimu produktif, apakah sedikit atau banyak. Karena setiap siang dan malamyang berlalu, kehidupanmu berkurang sebanyak itu.
(Thera Gatha. 451) ?
(Thera Gatha. 451) ?
Siapakah Manusia Itu?
Kenapa arti manusia dipertanyakan? Bukankah kita adalah manusia? Memang, kita adalah manusia, tetapi kita belum mengetahui arti sebenarnya manusia itu sendiri. Bila dilihat dari luar, manusia adalah seperti yang kita lihat sekarang ini.Tubuh materi ini terdiri dari kekuatan dan sifat yang selalu berubah-ubah. Para ilmuwan sulit mendefinisikan materi ini. Ahli filsafat pernah mendefinisikan “zat yang selalu mengalami perubahan-perubahan disebut gerak.” Istilah Pâli untuk zat adalah Rûpa, diterangkan (berubah dan hancur).
Di sini, kita hanya membicarakan arti manusia secara harfiah, bukan arti manusia secara mendetail. Secara harfiah, manusia terdiri dari dua kata yaitu mano dan ussa, mano artinya batin, sedangkan ussa artinya luhur. Jadi, arti manusia adalah makhluk yang luhur.
Setelah mengetahui artinya, ternyata banyak manusia yang sesuai dengan makna manusia itu sendiri. Masih banyak manusia yang batinnya tidak karuan, mereka masih mengumbar ambisi-ambisinya. Banyaknya terjadi penyimpangan dikarenakan mental manusia yang merosot. Secara fisik kita ini manusia, tetapi secara batin kita belum, karena batin kita masih suka mengembara ke arah keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin.
Bila diarahkan dengan baik manusia akan mencapai cita-cita luhur. Hanya saja untuk mengarahkannya memerlukan waktu dan kemampuan manusia itu sendiri. Tetapi mereka umunya tidak menyadari bahwa di dalam dirinya ada kekuatan untuk menghadapi hidup ini.
Terlahir sebagai manusia merupakan kebahagiaan, karena sulit sekali untuk terlahir menjadi manusia apalagi dapat mengenal Dhamma. Dalam Khuddhaka Nikâya, Sang Buddha bersabda, “Dalam sisa-sisa kehidupan ini seseorang hendaknya menunaikan tugas-tugasnya dengan baik dan tidak ceroboh.” Sang Buddha menganjurkan untuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin, sehingga cita-cita untuk menjadi manusia Dhamma akan berhasil. Dhamma dapat dijadikan ‘tameng’ untuk menghadapi tantangan hidup.
Kehidupan Tidak Pasti
Walaupun kita sudah terlahir sebagai manusia, bukan berarti kita sudah bebas semau kita. Ada beberapa hal yang seharusnya kita renungkan sebagai manusia. Siapkah mental kita menghadapi realita hidup? Hidup adalah perjuangan maka harus diperjuangkan. Walaupun untuk memperjuangkannya banyak hal yang akan kita hadapi, tetapi jika kemampuan terus kita pupuk, maka kita akan menjadi kuat menghadapinya.
Sang Buddha dengan tegas dan jelas menyatakan bahwa hidup ini adalah “dukkha”. Kenapa hidup ini dukkha? Tentunya Sang Buddha sudah jelas melihat kehidupan ini, sehingga beliau berani mengatakan hidup ini adalah dukkha. Tidak dapat disangkal bahwa kata Pâli “dukkha” dalam percakapan sehari-hari berarti “derita”, “sakit”, “sedih” sebagai lawan dari kata “sukha” yang berarti “bahagia”, “senang” atau “gembira”. Tetapi kata “dukkha” yang dipakai dalam Kebenaran Mulia Pertama, merupakan pandangan Sang Buddha tentang kehidupan, serta mempunyai arti filosofis yang mendalam dan mencakup bidang yang sangat luas. Kata `dukkha” selain berarti “derita” bisa juga mempunyai arti yang lebih dalam lagi, seperti “tidak sempurna”, “tidak kekal”, “kosong”, “tanpa inti”. Sulit sekali mencari arti yang tepat untuk mencakup kata dukkha.
Inilah yang kadangkala membuat banyak orang salah menafsirkan agama Buddha. Ada anggapan bahwa agama Buddha ini loyo, suram, pesimis, dan kata-kata yang bernada miring lainnya. Kalau agama Buddha adalah agama yang pesimis, tentunya tidak relevan lagi dengan kondisi sekarang. Saat sekarang ini manusia dituntut untuk menghadapi persaingan yang begitu ketat. Manusia dituntut untuk maju dan bergerak dengan cepat.
Agama yang loyo tentunya tidak dapat mengikuti perkembangan zaman globalisasi. Mana mungkin bisa maju, jika tidak ada semangat, gairah dalam perjuangan hidup. Tantangan hidup yang semakin keras memerlukan kekuatan untuk menghadapinya. Kekuatan itu adalah kekuatan semangat dan kerja keras. Apakah agama Buddha ada kekuatan semacam itu? Kenapa Sang Buddha berkata bahwa hidup ini adalah dukkha? Tentunya kita harus menyelami lebih jauh apa yang diajarkan Sang Buddha.
Benarkah agama Buddha seperti yang mereka katakan? Sangat wajar kalau mereka mengemukakan pandangan seperti itu karena mereka tidak memahami dengan benar ajaran Sang Buddha. Mereka hanya melihat sepintas dari Dhamma yang diajarkan Sang Buddha. Survei membuktikan bahwa agama Buddha tidak seperti yang mereka katakan. Kalau memang agama Buddha ini adalah agama yang suram tentunya tidak ada anjuran berbuat baik atau latihan spiritual. Ternyata Dhamma mengajak kita untuk terus berbuat baik, menjaga moralitas, dan juga menjaga pikiran.
Sang Buddha sendiri berjuang dan perjuangan beliau sangat lama. Banyak hal yang beliau hadapi sebagai tantangan yang sangat besar dan berat. Beliau tetap berjuang dengan penuh semangat dan akhirnya perjuangan Beliau mencapai puncak keberhasilan. Perjuangan yang panjang dan sangat melelahkan, kalau tidak ada semangat mana mungkin ada keberhasilan. Ini membuktikan bahwa agama Buddha tidak pesimistis.
Memang, hidup ini tidak pasti. Siapa yang bisa memastikan kehidupan ini? Tidak ada yang bisa memastikan. Hidup ini terus mengalami perubahan dan jika kita tidak bisa menerima perubahan itu, kita menjadi stres luar biasa. Pada umumnya kita tidak mau adanya perubahan dan ingin segala sesuatunya tetap. Sikap seperti inilah yang membuat kita cemas, bingung, khawatir, dan ragu menghadapi hidup.
Sikap batin yang positif sangat berguna bagi kita untuk menghadapi ketidakpastian hidup. Diperlukan kekuatan yang benar-benar mengarahkan kita kepada perjuangan hidup dan membutuhkan waktu yang lama. Perjuangan kita belum usai sebelum kita mencapai pencerahan. Namun, yang terpenting bagi diri kita adalah membiasakan membangun mental untuk menghadapi hidup ini.
Hidup Adalah Perjuangan
Kehidupan adalah milik manusia yang paling dicintai tetapi jika dihadapkan dengan kesukaran-kesukaran yang tidak dapat diatasi, hidup itu menjadi beban yang sangat berat. Kadang-kala ia mencari pembebasan dengan mengakhiri hidupnya; seolah-olah bunuh diri dapat menyelesaikan masalah pribadinya.
Manusia menginginkan hidup damai dan bahagia dengan orang-orang terdekatnya, tetapi jika kemalangan, ambisi, dan penderitaan tidak dapat dihindari, reaksi negatif pun muncul.
Ada sebuah perumpamaan yang menggambarkan kehidupan manusia yang sangat singkat ini dengan latar belakang kenikmatan duniawi. Ada seorang laki-laki ingin melalui hutan lebat yang penuh duri dan batu. Tiba-tiba ia sangat takut karena seekor gajah muncul dan mengejarnya. Ia berlari ketakutan dan ketika melihat sebuah sumur, ia berlari bersembunyi di dalamnya. Dalam suasana ketakutan ia melihat seekor ular berbisa pada dasar sumur. Disebabkan tidak ada jalan untuk pergi maka ia berpegangan pada tumbuh-tumbuhan yang menjalar. Di atasnya terlihat dua ekor tikus yang seekor putih dan yang lain hitam sedang menggerogoti tumbuhan menjalar tersebut sedangkan di atasnya ada sarang lebah yang meneteskan madu.
Laki-laki ini, dengan tolol tanpa menghiraukan posisinya yang berbahaya ini dengan rakus mencicipi madu tersebut. Ada seorang yang baik dengan suka hati menunjukkan jalan kepadanya untuk meloloskan diri. Tetapi laki-laki tersebut memohon akan ke sana bila telah selesai menyenangkan dirinya. Jalan yang berduri itu adalah samsara (lautan kehidupan). Gajah di sini diumpamakan kematian, ular berbisa adalah usia tua, tumbuhan menjalar adalah kelahiran, dua ekor tikus merupakan malam dan siang, sedangkan madu dapat diumpamakan kesenangan-kesenangan hawa nafsu yang cepat berlalu. Orang yang baik adalah Sang Buddha. Perumpamaan di atas menggambarkan kehidupan kita yang selalu tertipu oleh sesuatu yang sebenarnya tidak membawa manfaat.
Hidup adalah perjalanan yang tak berujung, penuh dengan masalah. Sepanjang kita hidup di dunia ini, masalah dan kesulitan akan menjadi bagian dan bingkisan pengalaman kita. Pada saat tertentu, kita mungkin diberkahi dengan keuntungan, kemasyuran, pujian, dan kegembiraan. Namun, perlu diingat semuanya masih mengalami hukum perubahan. Jangan lengah dan terlena oleh kenikmatan indriawi yang bersifat sementara.
Kita memerlukan keberadaan kekuatan untuk memperjuangkan sesuatu yang bermanfaat bagi hidup. Apakah kita mempunyai keberanian dan kekuatan untuk bisa tersenyum ketika sedang menghadapi kesulitan? Tidak terlalu sukar, jika kita mengurangi egoisme diri yang menganggap bahwa kita seorang yang memerlukan penghiburan. Seharusnya kita menghitung kelebihan daripada kekurangan kita. Ingatlah selalu ungkapan, “aku mengeluh tak punya sepatu hingga bertemu dengan orang yang tidak punya kaki.” Dengan berpikir demikian, kita akan menyadari bahwa banyak orang yang keadaannya jauh lebih tidak beruntung. Dan dengan pengertian seperti ini, masalah pribadi bisa kita kurangi sedikit.
Banyak orang yang mendapatkan pengalaman akademik tanpa pengalaman pribadi. Mereka dipersenjatai dengan pengetahuan akademik, sehingga sebagian orang berpikir mereka mampu menghadapi kesulitan dalam perjuangannya menuju kualitas hidup. Pengetahuan akademik bisa menyiapkan materi untuk menyelesaikan masalah, tapi ia tak mampu menyelesaikan masalah spiritual.
Orang yang bijaksana telah mengalami berbagai macam pengalaman yang tak tergantikan. Renungkanlah pepatah ini, “Ketika saya berumur delapan belas tahun, saya pikir betapa bodohnya ayahku!” Sekarang saya berumur dua puluh delapan, saya kaget, betapa banyak yang dipelajari orang tua itu dalam sepuluh tahun. “Bukan ayah yang tahu, andalah yang telah belajar melihat segala sesuatu dengan cara yang dewasa.
Memang, butuh waktu dan kedewasaan untuk memperjuangkan kualitas hidup, tidak seperti makanan instan yang sekali seduh dapat dimakan. Namun, hasil dari perjuangan yang lama ini lebih membawa ke arah yang baik bagi kemajuan kualitas hidup kita. Hidup adalah perjuangan, oleh karena itu kita harus memperjuangkannya, tentunya ke arah yang positif sampai tercapainya cita-cita spiritual. Ada sebuah kalimat Dhamma yang bisa dijadikan renungan, “Kehidupan ini tidak kekal, berjuanglah dengan sungguh-sungguh untuk mencapai kesempurnaan.” (Mahâ Parinibbâna Sutta)
Membangun Kekayaan Mental
Dalam mengarungi hidup ini diperlukan ketangguhan dan kesabaran. Ada hal yang patut dijadikan renungan, “Jangan mengharapkan kesuksesan dengan cara yang tidak sesuai dengan Dhamma” (Khuddaka Nikâya). Setiap orang berharap hidupnya sukses tetapi untuk mencapai kesuksesan banyak hal yang harus kita hadapi: hambatan, tantangan, rintangan, kesulitan akan banyak kita hadapi. Menghadapi hidup diperlukan perjuangan dan untuk berjuang diperlukan kekuatan. Kekuatan seperti apa yang harus kita munculkan dalam hidup ini?
Kekuatan yang harus kita munculkan adalah kekuatan mental. Kita harus sabar, ulet, tekun, dan disiplin dalam menghadapi kehidupan ini. Permasalahan hidup datangnya tidak terduga dan terkadang kekuatannya melebihi kekuatan mental kita. Banyak orang yang oleh karena itu mengalami stres dan bahkan melakukan bunuh diri.
Ketahanan mental akan teruji saat kita menghadapi tantangan hidup. Tantangan ini akan menambah kekuatan mental kita. Kekuatan mental ini dapat berkembang jika kita mau memahami Dhamma dan juga merealisasikan Dhamma dalam kehidupan kita. Latihan yang terus-menerus akan menghasilkan kekuatan mental yangdigunakan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan ini.
“Bangun! Berjagalah! Apa gunanya mimpi-mimpimu? Bagaimana engkau dapat meneruskan tidurmu bila engkau sedang sakit ditusuk oleh panah kesedihan” (Sutta Nipâta 331). Jangan sampai kita lengah dalam menghadapi kehidupan ini, karena kelengahan membuat kita menjadi hancur. Kita seharusnya berjaga-jaga setiap saat dan terus berjalan untuk menunaikan perjuangan kita. Seorang Buddhis adalah orang yang penuh semangat dalam menghadapi tantangan hidup, tidak ada kata loyo, lemah, lemas, lelah, lamban, dan lesu.
Sang Buddha selalu menekankan Viriya (semangat) dalam setiap latihan dan tantangan hidup ini juga harus dihadapi dengan semangat. Memang, setiap orang tidak berharap mendapatkan permasalahan dalam hidup, namun permasalahannya di sini adalah bagaimana menghadapi tantangan hidup dengan ketahanan mental yang kita miliki setiap saat. Tekad dan semangat harus kita munculkan dan kekuatan inilah yang nanti dapat dijadikan senjata menghadapi tantangan hidup.
Perjuangan Sang Buddha dapat dijadikan teladan dalam hidup ini. Dari tekad awal untuk menjadi Buddha di hadapan Buddha Dipankara sampai mencapai pencerahan membutuhkan waktu yang lama serta tantangan yang berat, tetapi karena kekuatan tekad dan semangat untuk membebaskan semua makhluk dari penderitaan, maka perjuangan Beliau berhasil dengan sukses.
Beliau tidak hanya berkorban materi tetapi juga tenaga bahkan kehidupan Beliau pun dikorbankan. Perjuangan Beliau tidak mudah, bahkan sesudah mencapai pencerahan pun Sang Buddha masih harus menghadapi tantangan yang tidak ringan. Dalam menyebarkan Dhamma Beliau harus menghadapi kesulitan, cacian, fitnah, dan bahkan ancaman pembunuhan. Sang Buddha tetap tegar dalam menghadapi tantangan-tantangan yang muncul dan Beliau mencapai puncak kemenangan.
Teladan Sang Buddha juga diikuti para siswanya, banyak siswa-siswa Beliau yang menghadapi tantangan yang juga berat. Perjuangan terus dilakukan oleh siswa-siswa Beliau dan menghasilkan kesuksesan yang gemilang. Sebagai contoh yang dialami oleh Cullapanthaka, Beliau terkenal bodoh dan apa yang diajarkan oleh Sang Buddha tidak dapat dimengertinya. Beliau harus mengalami tekanan, ejekan, dan makian karena kebodohannya. Bhikkhu Cullapanthaka menjadi putus asa menghadapi kondisi ini. Kemudian keadaan Cullapanthaka diketahui oleh Sang Buddha dan Beliau memberi pengertian kepada Cullapanthaka. Bhikkhu Cullapanthaka memahami maksud Sang Buddha dan berlatih seperti apa yang sang Buddha ajarkan. Dengan sekuat tenaga dan ketekunan Bhikkhu Cullapanthaka berjuang keras menghadapi tantangan yang dirasakan berat. Akhirnya Bhikkhu Cullapanthaka mencapai kesuksesan yang gemilang.
Ketahanan mental harus terus kita perjuangkan sampai kita mencapai kesuksesan. Memang tidak mudah, namun sikap mental yang positif akan sangat berguna dalam menghadapi tantangan dalam kehidupan ini. Menyadari bahwa segala sesuatunya hanyalah proses dan terus akan mengalami perubahan, inilah yang akan menjadi bekal kita dalam menghadapi kondisi hidup ini. Memiliki ketahanan mental adalah titik awal keberhasilan kita untuk mencapai kesuksesan hidup, baik duniawi maupun spiritual.
Tumbuh kembangkanlah kedisiplinan, kesabaran, ketekunan, keuletan dalam menghadapi hidup ini. Untuk mendapatkan kekuatan ketahanan mental seperti itu, kita harus belajar Dhamma dan mempraktikkan Dhamma dalam kehidupan ini. Latihan yang sangat baik sekali untuk membangun mental kita adalah dengan melakukan bhavana atau meditasi setiap saat dalam kehidupan. Mulailah dengan membiasakan bhavana dalam kehidupan ini dan kekuatan ketahanan mental akan berkembang dan terus berkembang yang pada akhirnya menjadi sebuah kekuatan Dhamma. Kekuatan inilah yang kita gunakan untuk menghadapi hidup.
Sumber:
Dhammasari, MP. Sumedha Vidya Dharma.
Permata Dhamma Yang Indah,
Ven. S Dhammika Sang Buddha dan Ajaran-AjaraNya, Ven. Narada Mahâthera