Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang belum tentu menjadi ayah atau ibu dari anak-anaknya, namun ia pasti telah menjadi anak dari orangtuanya. Memang, setiap orang pasti dilahirkan oleh orangtua. Ia dilahirkan dengan wajah sempurna maupun buruk, badan lengkap maupun cacat, semua itu adalah pemberian orangtua yang tidak boleh disia-siakan. Menurut Dhamma, dengan seseorang terlahir sebagai manusia, ia mempunyai kesempatan besar untuk mendengar serta melaksanakan Buddha Dhamma sehingga ia mencapai kesucian. Oleh karena itu, menyadari bahwa badan yang sangat bermanfaat ini adalah pemberian orangtua, seorang anak hendaknya menjaga badannya dengan baik. Ia hendaknya merawat kesehatan badan dengan makan makanan yang bergizi, hidup dalam keteraturan serta menghindari penggunaan narkoba atau sejenisnya yang dapat merusak tubuhnya.
Membahas tentang menjaga badan pemberian orangtua ini terdapat sebuah cerita menarik mengenai seorang panglima perang di jaman dahulu. Dalam sebuah peperangan, ia terkena panah tepat di bagian mata. Anak panah itu menancap erat di mata. Dengan sangat kesakitan, panglima perang itu mencabut anak panah tersebut. Namun, karena kuatnya anak panah menancap di mata, mata sang panglima pun ikut tercabut keluar. Sang panglima yang kesakitan ini kemudian menelan mata yang ada di ujung anak panah. Ia menelan biji mata tersebut sambil merenungkan bahwa ‘mata ini adalah bagian dari tubuh yang telah diberikan oleh orangtua saya. Saya tidak ingin membuang atau menyia-nyiakannya.' Kisah yang sangat luar biasa ini menunjukkan sedemikian besar penghormatan anak terhadap orangtuanya yang dilakukan dengan menjaga tubuhnya baik-baik.
Karena anak telah dilahirkan oleh orangtua, maka anak otomatis mempunyai kewajiban mendukung serta menghormat ayah dan ibu di saat mereka masih hidup maupun setelah mereka meninggal dunia. Kewajiban ini perlu dilakukan karena sejak lahir anak selalu dibantu oleh orangtua. Anak dibantu mendapatkan makanan, tempat yang hangat, dijaga ketika sakit, dirawat ketika masih belum mandiri, serta masih banyak tindakan lain yang dilakukan orangtua demi kebahagiaan anaknya. Menyadari hal ini, anak yang berbakti tentu akan bangkit semangat untuk membalas jasa orangtua. Ia akan malu jika tidak mampu melakukan kewajiban membalas jasa kebajikan yang telah dilakukan orangtua kepadanya selama ini.
Menurut Dhamma, orangtua sering disamakan dengan Brahma yang tinggal dalam rumah. Persamaan ini menunjukkan sedemikian tinggi penghormatan terhadap orangtua yang dianjurkan dalam Ajaran Sang Buddha. Seperti diketahui bersama bahwa Brahma adalah mahluk penghuni alam Brahma yang posisinya jauh lebih tinggi daripada para dewa dewi yang menjadi penghuni berbagai alam surga.
Sedemikian besar jasa orangtua terhadap anak sehingga disebutkan dalam Kitab Suci Agama Buddha, Tipitaka di bagian Anguttara Nikaya bahwa di dunia ini terdapat dua orang yang paling berjasa yaitu ayah dan ibu. Dikatakan dalam sutta tersebut bahwa meskipun sebagai anak selalu menggendong orangtuanya selama 100 tahun tanpa berhenti, namun kebajikan yang dilakukan anak tersebut belum mencukupi untuk membalas jasa kebajikan yang telah dilakukan orangtua terhadap anaknya. Akan tetapi, ketika anak mampu mengenalkan serta meyakinkan orangtua agar selalu melaksanakan Buddha Dhamma, maka jasa kebajikan anak mampu melebihi jasa kebajikan yang pernah orangtua lakukan terhadap anak. Pengenalan Dhamma yang dimaksud di sini adalah mengkondisikan orangtua mengerti dan melaksanakan kerelaan, kemoralan serta konsentrasi atau meditasi sehingga mereka mencapai kebijaksanaan. Lebih baik lagi kalau ayah dan ibu mampu mencapai kesucian atau Nibbana.
Upaya mengenalkan Dhamma kepada orangtua adalah upaya anak yang baik dan berbakti. Seperti disebutkan dalam Dhamma bahwa terdapat tiga jenis anak yaitu anak yang memiliki kualitas sama dengan orangtua. Anak yang kualitasnya lebih rendah daripada orangtuanya. Dan yang terakhir adalah anak yang kualitasnya lebih tinggi daripada orangtuanya.
Adalah wajar apabila anak ingin selalu lebih berkualitas daripada orangtuanya. Bahkan, hal inipun menjadi harapan hampir semua orangtua terhadap anaknya. Oleh karena itu, sebagai anak, ia hendaknya selalu berusaha meraih prestasi tertinggi di segala bidang yang positif. Semakin banyak hal positif yang dilakukan anak, semakin baik pula penilaian masyarakat terhadap anak dan orangtuanya. Pencapaian prestasi ini menjadi salah satu sarana anak mendukung, membahagiakan dan menjaga nama baik orangtua.
Apabila anak tidak mampu memberikan prestasi yang tertinggi, maka anak dapat pula memberikan perhatian kepada orangtuanya. Anak hendaknya berusaha semaksimal mungkin agar orangtua merasakan kebahagiaan dalam hidup mereka. Orangtua berbahagia karena mereka telah melahirkan anak yang berguna. Inilah sikap anak yang baik terhadap orangtuanya yang masih hidup. Sedangkan, apabila orangtua telah meninggal dunia, maka anak mempunyai kewajiban untuk melakukan pelimpahan jasa. Pelimpahan jasa adalah perbuatan baik yang dilakukan anak atas nama orangtua yang telah meninggal dunia.
Berbagai perbuatan baik dapat dilimpahkan jasanya kepada orangtua. Tindakan yang paling sederhana adalah membacakan paritta untuk kebahagiaan orangtua di alam kelahiran yang sekarang. Dalam Dhamma, membaca paritta juga termasuk kebajikan dengan badan, ucapan dan juga pikiran. Hal ini bisa dimengerti karena selama seseorang membaca paritta, seluruh perhatian dipusatkan pada pengulangan kotbah Sang Buddha. Pemusatan pikiran ini juga termasuk salah satu bentuk kebajikan. Selain membacakan paritta, anak juga bisa membagikan sebagian dari milik atau hartanya untuk para penghuni panti asuhan atau yayasan sosial lainnya. Anak dapat membagikan makanan, pakaian, obat-obatan serta berbagai kebutuhan lainnya atas nama orangtuanya yang telah meninggal dunia. Diharapkan, dengan berbagai kebajikan yang dilakukan ini, orangtua akan bahagia di alam kelahiran yang sekarang.
Dengan demikian, seorang anak setelah menyadari bahwa dirinya ada di dunia ini karena jasa kebajikan orangtua, ia hendaknya selalu berusaha membahagiakan orangtuanya ketika masih hidup maupun telah meninggal dunia. Dengan melakukan kebajikan seperti ini, anak sesungguhnya juga terkondisi untuk berbuat baik sehingga ia mempunyai kesempatan mendapatkan kebahagiaan. Begitu pula dengan orangtuanya, apabila mereka terlahir di alam yang sesuai, mereka dapat menerima pelimpahan jasa yang telah dilakukan secara rutin oleh anaknya. Oleh karena itu, menurut Dhamma, mendukung serta menyokong ayah dan ibu bisa dilakukan ketika mereka masih hidup atau sudah meninggal. Ketika mereka masih hidup, bantulah mereka dalam melakukan berbagai kegiatan sehari-hari. Rawatlah kesehatan mereka agar mereka bahagia. Bertindaklah yang baik sehingga orangtua bangga dengan anak-anaknya. Namun, setelah mereka meninggal dunia, anak harus tetap mengingat jasa orangtua dan melakukan upacara pelimpahan jsaa untuk mereka.
Inilah wujud bakti yang dapat dilakukan anak terhadap orangtuanya. Sesungguhnya, mendukung maupun menyokong ayah dan ibu adalah berkah utama karena dapat memberikan kebahagiaan untuk kedua belah pihak.
Sumber: http://damitashoppe.multiply.com/journal/item/89/Renungan_Bakti_Anak_terhadap_Orang_Tua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar